Selasa, 16 Oktober 2012

TANGAN-TANGAN MULIA

Pekerja Keras

Siang mbak. Saya menyapa petugas cek in counter Garuda di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, sambil menyerahkan tiket penerbangan Jakarta-Surabaya. Tolong emergency seat, kalau kalau ada, lanjut saya. Sebentar pak Adnan saya lihat dulu, jawab petugas cek in tersebut dengan ramah. Bagasi ada berapa pak Adnan? ,lanjutnya dengan ramah. Sepertinya sudah menjadi standar keramahan semua petugas cek in Garuda  di seluruh Indonesia, yang merupakan penerbangan bintang lima, kebanggan Indonesia. Tidak ada bagasi, jawab saya. Dengan cekatan petugas tersebut mencarikan saya tempat duduk di emergency exit. Baik pak Adnan, bapak mau di gang, atau windows?. Diwindows aja mbak, terima kasih, jawab saya singkat. Ok pak Adnan, bapak di seat nomor 15 A,  pintu F5, boarding jam 9.35. Air port tax Rp.40.000. Baik mbak, terima kasih. Saya meninggalkan cek in counter menuju ruang tunggu.

  
Jam 9.35, penerbangan menuju Surabaya, boarding. Di seat nomor 15 A, setelah mengucapkan do’a shafar, saya menoleh kesamping melihat kesibukan diluar pesawat, melihat para petugas bagasi dengan cekatan membawa dan mengatur semua bagasi penumpang, ditengah sengatan matahari pagi yang mulai terasa panas.
Subhanallah, begitu sibuknya mereka semua diluar, sementara saya duduk nyaman di kursi pesawat dengan udara AC yang sejuk. Spontan, saya merasa kerdil dihadapan mereka yang berada diluar sana. Walau mereka sebenarnya tidak tahu kalau saya sedang memperhatikan mereka sambil merenung. Saya membayangkan, mungkin ada diantara mereka yang belum sarapan, atau anak-anak mereka tidak sekolah karena ketiadaan biaya. Begitu mulia mereka, rela berpanas-panasan demi untuk kehidupan anak istri mereka. Semoga mereka ikhlas demi karena Allah dalam menjalankan tugas keseharian mereka. 

Saya teringat. Ketika Rasulullah saw, berpapasan dengan Sa’ad bin Muadz al-anshory ra., beliau saw melihat  telapak tangan Muadz yang melepuh, dan bertanya, kenapa tangan antum wahai Muadz?. Jawabnya, saya baru saja menyelesaikan suatu pekerjaan. Spontan Rasulullah saw menarik tangan Muadz untuk dicium, dan berkata, demi Allah tangan ini dicintai oleh Allah dan Rasul, dan tidak akan tersentuh oleh api neraka. Tangan yang melepuh karena kerja keras, merupakan jaminan tidak tersentuh oleh api neraka. Kira-kira demikian makna perkataan Rasulullah saw tersebut di atas. Seandainya Rasulullah saw hidup di jaman ini, mungkin bukan tangan saya yang dicium oleh beliau saw, atau tangan para pejabat yang korup, tetapi tangan-tangan kasar yang berpenghasilan rendah, namun dengan setia bekerja keras demi harga diri mereka, agar tidak tergantung kepada orang lain.
Dalam sejarah kehidupan Rasulullah saw, hanya tiga orang yang mendapatkan kemuliaan untuk dicium tangannya. Tangan siapakah? Selain Sa’ad bin Muadz al-anshory?. Apakah tangan Abu Bakr?, Umar?, Ustman?, Ali?, atau sahabat yang lain?, yang lebih mulia nasabnya?. Ternyata bukan sahabat-sahabat tersebut di atas. 

Orang kedua dan ketiga yang dicium tangannya oleh Rasulullah saw, adalah Muadz bin Jabbal ra, dan tangan putrinya Fatimah ra, seorang ibu rumah tangga yang lebih mengutamakan tinggal dirumah daripada keluar rumah mencari nafkah, apalagi sampai berikhtilat dengan laki-laki bukan muhrimnya. Apa gerangan penyebabnya?. Penyebabnya, adalah karena ketiganya bertemu dengan Rasulullah saw dengan kondisi tangan yang melepuh seusai kerja keras. 
Subhanalllah, begitu tinggi penghargaan Rasulullah saw terhadap kerja keras. Sampai-sampai beliau saw bersedia mencium tangan mereka, sambil menjanjikan bebas dari sentuhan api neraka.
Begitu tinggi penghargaan Islam terhadap kerja keras. Begitu mulia seorang pekerja dalam kaca mata  Islam. Jumhur ‘ulama sepakat, bahwa haram hukumnya orang yang menganggur. Ali bin Abu Tholib ra., berkata, kefakiran dapat merubah orang menjadi kafir. Bahkan sebagian ‘ulama mengharamkan meminta-minta kecuali sangat terpaksa. Tangan di atas lebih mulia dari pada tangan dibawah. Rasulullah saw pernah memberi kampak kepada salah seorang sahabat untuk diperintahkan pergi mencari kayu bakar kemudian dijual.  Lebih baik Anda menjual kayu bakar dari pada meminta-minta.
Masyarakat kita, entah salah siapa, apakah pemerintah, ‘ulama, atau para hartawan?. Semakin banyak yang mengemis, baik dengan cara konvensioal dipinggir jalan, atau dengan cara-cara yang katanya terhormat, yaitu dengan cara meminjam ke Negara lain dengan bunga [riba] yang mencekik. Bardasarkan informasi, sepertiga dari APBN kita tiap tahun digunakan unutk mencicil utang.

Kemuliaan suatu bangsa bila terdapat:
Pertama, pemimpin yang adil. Kedua, hakim yang  bijaksana. Ketiga, ‘ulama yang  mengamalkan ilmunya. Keempat, hartawan yang menginfakkan hartanya. Kelima rakyat yang medo’akan pemimpinnya.
Musibah yang sangat luar biasa, bila pemimpin tidak menyayangi rakyatnya dengan tulus, dan rakyat tidak juga menyayangi pemimpinnya. Mungkin ini sudah terjadi di Indonesia, karena para calon pemimpin mendekati rakyat dan merayu rakyat hanya sekali dalam lima tahun, yaitu menjelang pemilihan umum. Setelah itu, selama lima tahun mereka benar-benar melupakan rakyat. Mungkin benar apa yang ditulis oleh Henry Makaw Ph.D., dalam bukunya, ILLUMINATI. Dunia dalam genggaman perkumpulan setan: sebagian besar pejabat publik, merupakan boneka Zionisme, atau paling tidak menjalankan agenda Zionisme dalam menjalankan penataan dunia baru, New World Order. Wallahu a’lam.

Pegedangan, 16 Oktober 2012.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar