Senin, 28 Mei 2012

KEMULIAAN PEBISNIS

Perdagangan Internasional

QS. Al-A’raf 10
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi [sumber] penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.

QS. Az-Zukhruf 32
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Nabi Muhammad saw
Mereka yang bekerja untuk dirinya sendiri, istri, dan anak-anaknya yang lemah, serta mencukupinya agar tidak meminta-minta, bagaikan orang yang berjihad di jalan Allah.
Mencari rezki yang halal, adalah kewajiban setelah kewajiban.
Barang siapa berada disore hari dalam keadaan yang sangat lelah disebabkan karena pekerjaan halal, maka ia berada disore hari dalam keadaan diampuni.
Sesungguhnya Allah menyukai orang beriman yang bekerja, dan membenci pengangguran yang tidak memiliki pekerjaan dunia maupun akhirat.
Pedagang yang jujur akan dibangkitkan bersama para Nabi dan orang-orang yang memiliki keteguhan.

Dalam konteks kekinian, pedagang lebih dikenal dengan istilah enterpreuner, atau, pebisnis. Artinya para pedagang yang memiliki SISTEM, atau manajemen. Ada dua jenis bisnis, yaitu bisnis barang dan jasa. Pada kedua jenis bisnis ini, pasti melibatkan manajemen pengelolaan agar bisa berhasil dengan baik, misalnya sistem manajemen  mutu [Quality Management System, QMS]  ISO 9001: 2008. Khususnya pada bisnis barang [produk], pasti melibatkan sumber daya manusia, bahan baku, proses, dan produk. Termasuk pengepakan [pengemasan], pergudangan, marketing, penjualan, pelayanan purna jual [service afther sale], dan sebagainya.
Semakin besar jumlah dan wilayah suatu bisnis, maka akan semakin kompleks pengelolaannya, sampai semua tahapannya melibatkan sistem yang serba komputer [computerise]. Juga pasti mempraktekkan survey kepuasan pelanggan [feet back customer], pengaduan pelanggan, audit internal [Internal Audit], kaji ulang manajemen [Management Rivieuw], dan peningkatan [improvement] secara terus menerus [continouse improvement].
Bila pengelolaan bisnis tidak mempraktekkan sistem manajemen seperti yang disebutkan di atas, maka pasti akan mengalami kemunduran ditengah persaingan yang semakin ketat.
Setiap bisnis pasti mempunyai kompetitor [pesaing], dan setiap kompetitor akan berusaha mengalahkan kompetitornya. Selain itu bila suatu kegiatan bisnis tidak menerapkan praktek menajemen seperti di atas, maka kemungkinan akan ditinggalkan oleh para pelanggannya. Kita paham bahwa tujuan bisnis adalah untuk kepuasan pelanggan, dan kepuasan pelanggan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pengetahuan dan teknologi. Termasuk makin tinggi penghasilan masyarakat, maka akan semakin tinggi tuntutannya [kemauannya]. Inilah hukum/sunnatullah bisnis.
Tanggung Jawab Pebisnis
Bagi pebisnis, ada beberapa tanggung jawab yang harus dilaksanakan, baik merupakan sesuatu yang wajib, maupun sunnah yang sangat dianjurkan.
Pertama, keawajiban meluruskan niyat. Berbisnis dengan niyat untuk mencari keridhoaan Allah swt., adalah bisnis yang dapat membawa kebahagiaan dunia-akhirat. Innamal a’malu binniyat [Al-Hadist]. Demikian pula diniyatkan untuk menghindari anak istri dari meminta-minta, niyat untuk menafkahi keluarga, niyat untuk menyambung silaturrahmi, meringankan beban sesama muslim, niyat untuk menyumbang kebutuhan masyarakat, menyumbang untuk pembangunan Masjid, niyat mencari harta halal dan banyak agar leluasa beribadah [sebagian besar ibadah membutuhkan sarana harta], niyat membatu fakir miskin, dan niyat untuk berjihad dijalan Allah swt, serta sejumlah niyat yang mulia lainnya.
Kedua, kewajiban untuk belajar. Bila bisnis yang akan dilakukan bergerak dibidang pertanian, maka wajib belajar ilmu tentang pertanian, demikian pula tentang bisnis perikanan, perkebunan, dan bisnis jasa. Diawjibkan bagi para pebisnis untuk mengetahui ilmu tentang hukum jual beli, riba, dan sebagainya, agar tidak terjebak dalam praktek bisnis yang haran dan subhat. Bisnis yang dilakukan dengan cara yang haram, berdampak kepada ketidakbahagiaan dunia-akhirat. Termasuk bagi anak dan istri. Rasulullah saw., mengatakan: daging yang tumbuh dalam tubuh anak-anak kita, bila diperoleh dari harta yang haram, maka daging tersebut layak tempatnya di Neraka.
Ketiga, kewajiban untuk melaksanakan hak-hak Allah swt., misalnya kewajiban untuk SEGERA meninggalkan aktivitas bisnis ketika Allah memanggil [suara azan] untuk melaksanakan sholat, dan panggilan untuk meraih kemenangan. Terkmasuk kewajiban megeluarkan zakat minimal 2,5 % dari setiap keuntungan yang diperoleh. Dalam teori bisnis, yang dimaksud dengan keuntungan, adalah selisih antara penjualan dikurangi modal yang digunakan. Lebih mulia lagi bila kita mengeluarkan zakat dan infaq lebih dari 2,5 %. Rasulullah saw., mengatakan: tidaklah harta zakat itu bercampur dengan harta [pribadi] kecuali ia akan menghancurkannya. Dan tidaklah hancur harta yang di darat dan di laut kecuali dengan mencegahnya dengan zakat. Jagalah harta kalian dengan zakat, obatilah yang sakit diantara kalian dengan zakat, obatilah yang sakit diantara kalian dengan sedekah, dan tolaklah bencana dengan do’a. Demikian sabda Nabi Muhammad saw. Kholifah kedua bahakan memerangi orang yang tidak bersedia mengeluarkan zakat. Belia ra., sangat paham, bahwa kewaiban sholat tidak bisa dipisahkan dengan kewajiban zakat. Disinilah pentingnya kita harus mengusahakan tegaknya pemerintahan Islam agar hak-hak Allah bisa ditegakkan oleh penguasa muslim yang sholeh dan amanah.
Keempat, tidak melakukan praktek bisnis dengan cara berdusta, tidak memperjual belikan barang/zat yang haram, tidak berbuat zalim kepada mitra bisnisnya, tidak mempraktekan akhlak yang buruk, tidak melakukan praktek riba, dan tidak menipu.  Nabi saw., bersabda: barang siapa yang menipu kami, bukanlah dari golongan kami. Berlaku adil dalam melakukan transaksi bisnis. Sesungguhnya Allah swt., menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan [QS. An-Nahl: 90].

Diceritakan dalam kitab ihya ‘ulumuddin: seorang pedagang pakaian dengan memaksa pembeli untuk menerima kembalian uangnya sebanyak 500 dirham, karena harga pakaian yang tidak sesuai. Pembeli tersebut menyerahkan uang 1000 dirham. Padahal harga pakaian tersebut hanya 500 dirham, walau si pembeli telah ikhlas dengan harga tersebut. Demikian sekelumit contoh kemuliaan akhlak para pebisnis pendahulu kita. Masih banyak kisah-kisah kemuliaan akhlak para pebisnis kita yang bila dibandingkan dengan kenyataan saat ini, sungguh jauh berbeda.

Bila para pebisnis muslim telah mempraktekkan sebagian besar dari hal-hal yang dijelaskan di atas, maka mungkin layak mendekati kemuliaan pebisnis para shahabat Nabi saw., seperti Abdurrahman bin Auf ra., Ustman ra., dan para pedagang salafus sholeh yang telah menorehkan tinta kemuliaan dalam praktek bisnis mereka.
Pebisnis yang berakhkak, menjadi salah satu pilar tegaknya Negara yang sejahtera. Apalagi bila bergandengan tangan dengan pemimpin yang amanah dan professional, dilengkapi dengan para hakim yang bijaksana, ulama yang zuhud kepada dunia, dan ilmuwan yang rendah hati. Wallahu a’lam.

Surabaya, 9 Pebruari 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar