Kamis, 07 Juni 2012

SANGAT BERBEDA


PENGHISAP UANG RAKYAT

Khubaib bin Adi ra:
Demi Allah, aku tidak ingin berada diantara keluarga dan anak-anakku dalam keadaan aman dan tenang, sementara Muhammad tertusuk oleh sebuah duri.

Kalimat di atas diucapkan oleh salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw., Khubaib bin Adi ra., saat badannya dicincang sepotong demi sepotong oleh kafir Quraisy, sementara Khubaib masih hidup. Ketika ditanya, apakah engkau ingin Muhammad ada ditempatmu ini, sedangkan engaku selamat?.

Prosesi penyikassan di atas, disaksikan oleh Said bin Amir al-Jumahi ra., ketika itu Said bin Amir al-Jumahi ra., belum masuk ke dalam kelompok sahabat Muhammad saw. Said bin Amir al-Jumahi ra., menyaksikan penyiksaan tersebut sampai Khubaib bin Adi menghembuskan napas terakhir, syahid dijalan Allah swt.
Kelak ketika Said bin Amir al-Jumahi ra., menjabat Guberur Himsh, beliau sering pingsan ketika mengingat penyiksaan yang dialami Khubaib bin Adi, sementara dia ketika itu tidak mampu menolong Khubaib bin Adi.

Sepenggal kisah sang Gubernur yang fenomenal
Amirul Mu’minin Umar bin Khottab ra., menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya. Apa gerangan yang menyebabkan Amirul Mu’minin Umar bin Khottab ra., menangis?.
Ketika didatangi oleh-orang yang bisa dipercaya dari Himsh, Umar ra., berkata: tulislah nama-nama penduduk Himsh yang miskin, agar aku bisa membantu mereka. Diantara nama-nama yang tercantum dalam lembaran yang ditulis, terdapat nama Said bin Amir.
Umar bertanya, Siapa Said bin Amir?. Jawaban mereka: Gubernur kami.
Umar menegaskan: Gubernur kalian miskin?. Jawaban mereka: benar, dirumahnya tidak pernah dinyalakan api dalam waktu yang cukup lama. Umar ra., menangis sampai air matanya membasahi jenggotnya.
Amirul Mu’minin Umar bin Khottab ra., menyerahkan 1000 dinar untuk diserahkan kepada Said bin Amir ra.
Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Ucapan Said bin Amir setelah menerima dinar tersebut.
Istri Said bin Amir: apa yang terjadi wahai Said?, apakah Amirul Mu’minin wafat?
Said bin Amir: lebih besar dari itu.
Istri Said bin Amir: apa yang lebih besar?
Said bin Amir: Dunia datang untuk merusak akhiratku, sebuat fitnah telah menerpa rumahku.
Said bin Amir mengambil dinar tersebut, membagikannya kepada kaum muslimin yang miskin.
Seorang Gubernur miskin, membagikan dinar kepada fakir miskin.

Perjalanan Amirul Mu’minin Umar bin Khottab ra., ke Syam
Dalam sebuah majelis di kota Himsh, penduduk Hims mengadukan empat hal mengenai sang Gubernur Said bin Amir kepada Amirul Mu’minin Umar bin Khottab ra.
Pertama: Dia tidak keluar kepada kami kecuali ketika hari sudah siang.
Amirul Mu’minin Umar bin Khottab ra., apa jawabanmu wahai Said?.
Said: keluargaku tidak mempunyai pembantu. Setiap pagi aku menyiapkan adonan untuk keluargaku, kemudian aku membuat roti untuk mereka. Kemudian aku berwudhu dan keluar menemui masyarakat.
Kedua: Dia tidak menerima seorangpun dimalam hari.
Amirul Mu’minin Umar bin Khottab ra., apa jawabanmu wahai Said?.
Said: aku telah memberikan waktuku kepada mereka pada siang hari. Sedangkan malam hari aku berikan untuk Allah swt.
Ketiga: dia tidak keluar kepada kami satu hari dalam sebulan.
Amirul Mu’minin Umar bin Khottab ra., apa jawabanmu wahai Said?.
Said: aku tidak mempunyai pakaian selain yang melekat di tubuhku ini. Aku mencucinya sebulan sekali. Menunggu sampai kering kemudian aku kekuar di sore hari.
Keempat: terkadang ia jatuh pingsan sehingga tidak ingat terhadap orang-orang disekitarnya.
Amirul Mu’minin Umar bin Khottab ra., apa jawabanmu wahai Said?.
Said: Aku menyaksikan kematian Khubaib bin Adi. Aku melihat orang-orang Quraisy mencincang jasadnya sambil berkata: apakah engkau ingin Muhammad ada ditempatmu ini, sedangkan engaku selamat?. Khubaib menjawab: Demi Allah, aku tidak ingin berada diantara keluarga dan anak-anakku dalam keadaan aman dan tenang, sementara Muhammad tertusuk oleh sebuah duri. Demi Allah, setiap aku mengingat peristiwa tersebut, yakni ketika aku membiarkannya, tidak menolongnya, sehingga aku senantiasa dikejar ketakutan bahwa Allah  tidak akan mengampuniku, maka aku langsung pingsan.
Umar bin Khottab ra. : Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang membenarkan dugaanku.

I’tibar
Demi Allah wahai Umar, tolong hapus nama saya dari calon gubenur. Said bin Amir ra., sangat tidak membutuhkan jabatan tersebut. Tetapi ketika jabatan tersebut harus diembannya, maka jabatan tersebut tidak merusak agamanya. Pengabdiannya kepada keluarga, tetap berjalan dengan baik, demikian juga pengabdiannya kepada masyarakat, dan kepada Tuhannya, Allah swt. Tidak memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri dan keluarganya, sehingga sang gubernur termasuk ke dalam daftar orang miskin. Pakaiannya bersahaja, makanannya pun demikian.
Saat ini, jabatan gubernur benar-benar jadi rebutan. Kadang menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Setelah jabatan diraih, selanjutnya berusaha memperkaya diri, keluarga, dan kroni-kroninya.  Akhirnya: MASUK PENJARA.
Ironisnya, ketika menjabat: sangat dihormati oleh orang-orang disekitarnya, termasuk masyarakat awam. Namun penghormatan tersebut hilang tanpa bekas ketika sang pejabat menempati rumah barunya, PENJARA.

Dunia, kehormatan diri, keluarga, dan akhirat semuanya lewat tanpa bekas. Menjadi tidak bermartabat dimata masyarakat.

Kita merindukan para pejabat, yang paling tidak, mendekati karakter Said bin Amir di atas. Jabatan yang diembannya, dijadikan sebagai jembatan untuk mendapatkan kehormatan diri, keluarga, dan kebahagiaan akhirat. Masih banyak kisah para pejabat dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in yang sangat fenomenal, yang telah menorehkan tinta emas kebanggaan para pendahulu kita. Insya Allah kita akan menuju kesana. Dengan catatan, pembinaan individu, keluarga, dan masyarakat mengikuit pola pembinaan terhadap para sahabat ra., tabi’in, dan tabiut tabi’in. Wallahu a’lam.

Gondol, 7 Juni 2012.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar