Rabu, 15 Februari 2012

BELAJAR DARI HIJRAH NABI

Rujukan Perubahan
QS. Al-Baqarah: 218
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. Al-Anfaal: 72
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan [kepada orang-orang muhajirin], mereka itu satu sama lain lindung-melindungi.

Dalam persfektip Islam, berdasarkan ayat di atas, kemenangan da’wah Rasulullah dimotori oleh orang-orang yang senantiasa menyatupadukan antara iman, hijrah dan jihad.
Dalam sejarah peradaban ummat manusia, kebangkitan suatu bangsa diawali dengan proses migrasi [hijrah]. Latar belakang peradaban besar [termasuk bangsa besar], digerakkan oleh sekelompok orang yang rela meninggalkan kampung halaman mereka. Meninggalkan kecintaan mereka terhadap tanah air, keluarga, dan harta. Artinya, mereka melakukan proses hijrah.

Namun hijrah yang bagaimana yang bisa menghasilkan peradaban yag berkeadilan dan mampu bertahan lama?. Peradaban yang para sejarahwan mengatakan sebagai peradaban ilmu dan penuh dengan praktek-praktek kemanusiaan yang berkeadilan. Tiada jawaban lain, kecuali strategi hijrah yang dipraktekkan oleh Nabi saw., dan para shahabatnya [semoga Allah meridhoi mereka]. Dimana mereka telah memotong kecintaan terhadap tanah air, keluarga, dan harta benda, demi perjuangan suatu nilai aqiedah yang benar.
Satu-satunya peradaban yang mampu bertahan lebih dari 1000 tahun, itulah peradaban Islam, yang diawali dengan proses hijrah.
Menurut Prof. DR. Muhammad Badi’, strategi dalam Islam -yang tidak mungkin menghasilkan kebangkitan hakiki tanpanya- memiliki karakteristik tersendiri yang tidak terdapat pada yang lainnya, adalah sebagai berikut:
1.    Konsepnya adalah mencapai kemakmuran hidup di dunia dan  akhirat.
2.    Kewajiban menggunakan berbagai sebab kausalitas dan yakin akan inayah (pertolongan dan bimbingan) rabbaniyah.
3.    Mempertahankan tsawabit (yang tetap), mabadi (prinsip-prinsip) dan qiyam (nilai-nilai) akhlak.
4.    Menyatukan konsep antara kejelian pengikut dan keampuhan kreatifitas; yang bertolak pada pilar-pilar strategis dan tujuan yang menyeluruh dari nash-nash syar’i serta ijtihad secara bersamaan untuk melakukan perbaikan kondisi real harian; bagi yang benar ijtihadnya maka akan mendapatkan dua ganjaran dan yang keliru beroleh satu ganjaran; sehingga dapat memotivasi diri dalam melakukan kreativitas dan menggabungkan antara orisinalitas dengan modernitas.
5.    Karakteristik peradaban Islam, adalah bersifat Robbaniyah, Kerakyatan, dan Perdamaian.

Adapun pilar-pilar  hijrah Rasulullah terdiri pada dua point utama:
1.    Menggunakan berbagai sebab kausalitas yang dibolehkan secara syar’i.
2.   Yakin akan adanya inayah Robbaniyah dan keberkahan rezki setelah menggunakan sebab kausalitas pada tingkat jamaah dan personal. Sebagaimana Allah berfirman: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan [ayat-ayat Kami] itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” [QS. Al-A’Raaf: 96]. “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah maka akan diberikan jalan keluar dan diangerahkan rezki yang datangnya tidak disangka-sangka”. [QS. At-Talaq: 2-3].

Strategi dalam Hijrah; menggunakan sebab kausalitas dan mengoptimalkan berbagai potensi
Pelajaran dimulai dengan satu pilar yang jelas dalam hidayah Rabbaniyah kepada Rasulullah yaitu menggunakan strategi hijrah dan menggunakan sebab [hukum kausalitas], tidak hanya bergantung pada potensi pribadi sebagai seorang Rasul, namun juga berusaha mengoptimalisasi potensi yang jelas yang dimiliki oleh setiap individu, sumber daya manusia dan materi. Hal tersebut terdapat pada perkara berikut:

Pertama: Strategi dalam Hijrah; menggunakan sebab kausalitas dan mengoptimalkan berbagai potensi, sebagai berikut:
1.    Optimalisasi sumber daya manusia yang mumpuni dari kalangan shahabat terbaik; yaitu dengan menjadikan teman dan pendampingnya saat melakukan hijrah, yaitu Abu Bakar As-Shiddiq ra. Beliau ra., memiliki karakter dan azimah yang kuat, ilmu yang tajam, kontribusi yang banyak, pengorbanan dan pertaruhan nyawa yang baik,  etika yang sopan dan akhlak yang lembut serta cinta yang murni kepada Rasulullah saw.
2.    Optimalisasi peran sahabat yang memiliki keberanian; yaitu dengan memilih Ali bin Abi Thalib ra.,  karena keberaniannya yang besar untuk menggantikan posisinya dan mengemban amanah serta menjaga nilai-nilai meskipun dalam kondisi yang kritis dan beresiko. Ali bin Abi Thalib ra., bertugas menggantikan posisi Rasullah ditempat tidur, taruhannya adalah nyawa.
3.    Optimaliasi peran pemuda; dengan memilih Abdulllah bin Abu Bakar untuk mencuri dengar berita dan isu [intel] yang tersebar di kalangan orang-orang musyrik, lalu menyampaikannya kepada Rasulullah saw., ketika hari sudah gelap [malam hari].
4.    Optimalisasi peran pembantu; seperti Amir bin Fahirah pembantu Abu Bakar; yang mana beliau ditugaskan untuk menggembala kambing sebagai cara menghapus bekas kaki dari perjalanan mereka.
5.    Optimalisasi peran wanita; diantaranya adalah Asma binti Abu Bakar ra., yang membawakan makanan ke dalam Gua tempat Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi, semantara saat itu Asma sedang hamil yang pasti  tidak ada seorangpun yang berani untuk menyakitinya, namun memberikan kasih sayang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di kalangan Arab saat itu, dan juga seperti Ummu Ma’bad yang memiliki peran penting dalam mengumpulkan susu kambing dan makanan.
6.    Optimalisasi peran non muslim; karena pengalaman dan amanahnya; Nabi memperbantukan Abdullah bin Uraiqith Al-Laitsi sebagai pemberi petunjuk jalan meskipun dirinya meskipun mendapatkan tawaran bayaran yang besar dari pihak Quraisy yaitu 200 ekor unta, dan yang dengannya dapat menjadi orang terkaya di Arab jika menerimanya. Nabi saw. mengoptimalkan potensi orang kafir dan bahkan penyembah berhala.
7.    Optimalisasi unsur waktu; yaitu nabi saw pergi ke rumah Abu Bakar ra., untuk mulai hijrah -saat manusia sedang beristirahat di rumah masing-masing, sebagai tahapan awal berhijrah. Lalu keluar melakukan hijrah pada malam hari, ketika kondisi telah gelap gulita dan manusia secara umum sedang  tidur  lelap, lalu berdiam diri di gua tsur selama tiga hari; menunggu kondisi tenang dan meminalisir pengintaian dari penduduk kota Mekkah.
8.    Optimalisasi unsur tempat; yaitu Nabi saw memilih tempat keluar dari lorong-lorong rumah rumah Abu Bakar ra. di malam yang gelap sehingga dapat menjaga anggota rumah tangganya, kemudian menuju gua tsur yang mengarah ke Yaman, dari arah selatan kota Mekkah bukan dari arah utara; sebagai arah dan jalan menuju Yatsrib, untuk mengalihkan pengintaian, membutakan pandangan dan mengelabui orang-orang kafir dari pengejaran.
9.    Optimalisasi kendaraan atau binatang; dengan memiliki dua ekor unta yang kuat dan gagah sehingga membantu keduanya dalam melakukan perjalanan yang panjang, mengoptimalkan gembala kambing menghapus bekas jalan yang mereka lewati, menghilangkan tanda-tanda pergerakan Rasulullah saw atau orang yang memiliki peran dalam memberikan informasi atau makanan atau petunjuk jalan pada perlintasan yang sesuai, sebagaimana pula beliau mengoptimalkan kambing untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan oleh manusia dari makanan dan minuman seperti dalam kisah Ummu  Ma’bad, yang akhrinya menjadi sebab semua keluarganya masuk Islam.
10.    Perhatian terhadap sisi kesehatan; dengan menyiapkan makanan yang hangat dan fresh yang dibawa oleh Asma binti Abu Bakar setiap hari ke Gua Tsur, dan susu kambing Ummu Ma’bad, yang mana ketika akan meminum terlebih dahulu beliau mencuci tempat perahan kambing tersebut.
11.    Optimalisasi nilai-nilai akhlak Islam; bahwa strategi islam yang memberikan perhatian terhadap derajat tertinggi pada nilai akhlak mulia sangatlah penting; nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”.

Ini adalah contoh yang menunjukkan akan penting dan besarnya gambaran strategi dan konsep yang bersih, tidak terpaku pada tawakul, oleh karena dirinya sebagai Nabi Allah dan Rasul-Nya, dan pasti Allah tidak akan meninggalkannya. Namun beliau tetap melakukan optimalisasi terhadap berbagai sumber daya manusia, hewan, tempat, waktu dan nilai-nilai akhlak. Sehingga bagaimanakah hasilnya? inilah yang akan kita dapatkan dalam inayah Rabbaniyah.

Kedua: Keberhasilan Strategi karena adanya Inayah Robbaniyah
Bahwa keberhasilan strategi yang dibuat oleh Rasulullah saw yang berwujud pada hukum kausalitas, yang mana strategi islam selalu melewati dan melampaui batas bumi materi menuju kemenangan di dunia maupun di akhirat, meningkatkan perbaikan hidup dan tempat kembali di alam akhirat kelak; Allah berfirman:
Imam Syahid Al-Banna memandang bahwa ummat Islam di era terakhir ini beriman kepada Al-Qadha dan Al-Qadar dengan iman terbalik; mereka meninggalkan hukum kausalitas dengan menyerahkan seluruhnya kepada Allah pemiliki segala urusan, sehingga datanglah hasil yang buruk sesuai dengan hukum ilahi, lalu mereka berkata: “Inikan sesuai dengan qadha dan takdir Allah”. dan ini menegaskan bahwa ummat harus beriman kepada Qadha dan Qadar pada hasil bukan sebab.
Adapun inayah Rabbaniyah pada hijrah Rasul, adalah:

1.    Allah SWT membutakan mata 40 orang algojo arab ketika Nabi saw keluar dari pintu utama rumahnya dan melewati mereka. Allah telah membuat mereka tidak melihatnya, sementara beliau membaca ayat: “Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat” [QS. Yasin: 9]. Sehingga tidak seorangpun dari mereka yang melihat Nabi saw kecuali ada bekas diatas kepala mereka debu yang ditaburkan oleh Nabi saw.
2.    Ketika Nabi dan sahabatnya bersembunyi di gua tsur dan orang-orang musyrik mengintai dan mencarinya di berbagai tempat yang mungkin dijadikan untuk bersembunyi oleh nabi Muhammad saw dan sahabatnya, dan ketika mereka sampai di mulut gua tsur, yang membuat Abu Bakar khawatir, sehingga nabi pun mengingatkan beliau bahwa inayah Allah melindungi mereka, seperti yang difirmankan Allah: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [QS. At-Taubah: 40]. 
     
 Dalam ayat ini imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas dari Abu Bakar berkata: Ketika aku bersama Nabi saw di  gua tsur, maka akupun mengangkap kepala dan aku berada dihadapan kumpulan mereka karena dekat posisi mereka dengan mulut gua, akupun berkata: Wahai Nabi Allah, sekiranya sebagian mereka menundukkan kepalanya ke kaki mereka pasti mereka akan melihat kita, maka Nabipun bersabda:“Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar terhadap dua orang dan Allah yang ketiganya”.
3.    Allah memberikan kelancaran berupa keluarnya susu dari kambing Ummu Ma’bad yang pada awalnya kambing tersebut tidak ada susunya, bahkan sebagian riwayat menjelaskan bahwa Nabi saw bertanya tentang kambing yang tidak bisa hamil atau tidak memiliki susu, maka inayah Robbaniyah hadir dalam mengeluarkan susu darinya.
4.    Ketika Nabi saw melakukan berbagai usaha persembunyian dalam perjalanannya, dan syaitan dari bangsa jin berusaha membantu kafir Quraisy dengan memberitahukan mereka posisi Nabi dan sahabatnya melalui insting perasaan sehingga dapat diketahui tempat dan jalannya, lalu didahului oleh Suraqah bin Malik yang telah mendengar sayembara berhadiah jika berhasil menangkap Nabi saw dan sahabatnya, sehingga beliau mengejarnya dan ketika akan sampai kudanya tersungkur ketanah dan dirinya pun ikut tersungkur, hal tersebut membuat Suraqah kesal, lalu bangkit dan memaki kudanya,  dan ketika ingin mengejar dan ingin menangkap kudanya tersungkur yang kedua kalinya, lalu berulang lagi yang ketiga kalinya seperti itu dan akhirnya Suraqah tidak berdaya, dan Rasululllah pun bersabda: “Kembalilah engkau wahai Suraqah, kelak engkau akan memiliki mahkota Kisra”. hal itu terjadi pada saat Nabi menenangkan Abu Bakar dalam perjalanan hijrah, beliau berkata: kita pasti akan terkejar wahai Rasulullah saw. Maka nabipun bersabda: “Jangan khawatir, sesungguhnya Allah bersama kita”. maka saya pun berkata: permintaan ini telah menyertai kita wahai Rasulullah, dan Nabi berkata lagi; “Jangan takut sesungguhnya Allah bersama kita”. [QS. At-Taubah: 40].

Inillah anugerah Allah dan limpahan karunia dan inayah Robbaniyah yang telah memuliakan hamba yang senantiasa menggunakan sebab kausalitas (ikhtiar).

Justifikasi
Tidak ada keraguan bagi kita bahwa jika kita menggunakan sebab-sebab strategi secara benar dengan cara mengoptimalkan unsur manusia, waktu, dan tempat. Setelah itu kita kemudian mengharap datangnya pertolongan Allah swt., berupa sebab yang bersifat Rabbaniyah.
 “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” [QS. Al-A’raf: 96].

Mari kita optimalkan potensi yang dimiliki, sumber daya insani [internal] dan sumber daya  eksternal yang telah Allah anugerahkan kepada kita, memaksimalkan dan mengoptimalkannya dalam sebuah proyek da’wah; baik kecil atau besar sesuai dengan anugerah yang Allah berikan, berusaha membantu orang lain walau hanya dengan ide, sebagaimana Rasulullah saw telah mendapatkannya yang diawali dari nol, seperti yang diperintahkan kepada seorang sahabat untuk melakukan perencanaan hidup walau harus menjual tikar yang dimilikinya lalu makan sepertiga dari harga yang di dapatnya dan membeli alat untuk memotong batang kayu dan menabung sepertiga lainnya, beliau berkata kepadanya: “Pergilah dan belahlah kayu dan aku tidak akan menemuinya sampai lima belas hari nanti” setelah itu orang itupun kembali menemui Nabi saw., dan telah mendapatkan rezki yang berelimpah dari Allah swt.

Iqbal
Wahai pemuda, optimalkan potensi dirimu, sehingga Allah swt., bermusyawarah terlebih dahulu dengan engkau sebelum menentukan taqdirmu. Wallahu a’lam.
Pagedangan, 15 Pebruari 2012

1 komentar:

  1. Kita menghendaki kebangkitan yang tidak terbatas pada ibadah dan perbuatan mandub saja. Akan tetapi, kita menghendaki kebangkitan atas hukum-hukum Islam keseluruhan baik dalam pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, hubungan luar negeri, tsaqafah dan pendidikan, politik dalam negeri dan luar negeri dan dalam seluruh urusan umat, baik secara individu, kelompok maupun negara.

    BalasHapus