Jumat, 13 Januari 2012

BERITA GEMBIRA

Allah swt. Tidak Ingkar Jani
 QS. Al-Baqorah: 25
Sampaikan BERITA GEMBIRA,  kepada mereka yang BERIMAN & BER’AMAL SHOLEH. Bagi mereka disediakan: Surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya, dan rezki berupa buah-buahan.

Tadabur ayat
Dalam penggalan ayat di atas, kita termotivasi untuk  terus ber’amal sholeh demi mengejar kenikmatan surga yang tiada bandingnya bila diukur dengan kenikmatan dunia. Para sahabat Rasululullah saw, rela berkorban demi mengharap surga. Mereka [rodhiyallahuma ajma’in] sangat bersemangat bila diingatkan tentang surga. Seakan mereka melihat dengan kasat mata kenikmatan surga yang tiada bandingnya dengan kenikmatan dunia.
'Amal sholeh tidak diterima bila tidak diawali dengan iman kepada Allah swt.

Dalam persfektif Islam, kekuatan yang lebih diutamakan, adalah kekuatan IMAN. Kemudian menyusul kekuatan lainnya.
Sejarah membuktikan, bahwa dalam berbagai peperangan, jumlah kaum Muslimin, jauh lebih sedikit daripada jumlah musuh-musuhnya. Bahkan dengan perbandingan jumlah yang sangat tidak seimbang. Kemenangan demi kemenangan yang mereka peroleh dalam berbagai penaklukan, bukan karena jumlah dan persenjataan yang lengkap, melainkan karena KEKUATAN IMAN. Bahkan dalam perang Hunain, ketika kaum Muslimin berbangga [sombong] dengan jumlah yang banyak, akhirnya berlarian karena diserang secara mendadak oleh kaum musyrikin yang bejumlah sedikit.

Umar bin Khottab ra. Berpesan kepada prajurit kaum Muslimin sewaktu melepaskan mereka menuju medan peperangan: SAYA TIDAK KHAWATIR DENGAN MUSUH KALIAN. TETAPI  YANG SAYA KHAWATIRKAN ADALAH KEMAKSIATAN YANG KALIAN LAKUKAN.
Coba perhatikan pesan amirul mikminin tersebut di atas. Pesan yang berisi tentang  pentingnya menjaga keimanan untuk tidak berbuat maksiat.  Kemaksiatan dapat melemahkan iman, sehingga kita merasa gentar [takut] kepada musuh-musuh kita.
Dalam persfektif Islam, kemaksiatan yang dilakukan, dapat berdampak pada melemahnya semangat juang, dan melemahkan fisik. Bahkan tiada semangat untuk ber’amal karena telah berbuat maksiyat.
Iman akan melahirkan kesadaran untuk hidup Islami secara total dan menyeluruh,  menerima Islam sebagai minhajul hayat (sistem hidup), tak terjebak pada parsialisasi Islam (juz’iyyatul Islam), atau ber-Islam karena dorongan intres pribadi.
Iman yang benar akan melahirkan sikap sami’na wa atha’na [kami mendengar dan kami tunduk] pada ketentuan Allah.  Tidak seperti pernyataan bandel dari Bani Israil kepada Nabi Musa as., perihal penyembelihan sapi betina, sebagimana diabadikan dalam QS. Al-Baqorah: 68-71.

Dalam sejarah interaksi antara Rasulullah saw dengan shahabat ra., pertanyaan-pertanyaan mereka kepada Rasulullah swa, adalah pertanyaan yang bersifat problem solving, bukan pertanyaan dalam rangka untuk menghindar dari perintah syari’at [sebagaimana pertanyaan bani Israil kepada Nabi Musa as.]. Bahkan pertanyaan mereka diabadikan dalam Al-Qur’an. Misalnya yas alunakan ‘anil anfaal [bagaimana tentang pembagian harta rapasan perang?], yas alunakan anir ruh [apa hakekat ruh?], yas alunaka anis saah [kapan terjadinya kiyamat?], bagaimana hukum khomr dan judi?, bagaimana dengan haidh?, dan seterusnya. Coba bandingkan dengan kalimat-kalimat pertanyaan bani Israil pada ayat 68-71 di atas.

Dalam manajemen pengelolaan organisasi, baik sipil maupun militer [termasuk organisasi dakwah], sikap sami’na wa atha’na sangat menentukan kesuksesan dan kegagalan organisasi. Pengalihan tradisi penurunan wahyu dari bani Israil kepada keturunan Arab [Muhammad saw], penyebab utamanya adalah tiadanya sikap sami’na wa atha’na dari bani Israil.

Mukmin sejati memiliki kesiapan lahir dan batin untuk diatur oleh Allah dengan suka rela. Dengan iman akan melahirkan loyalitas pada kebenaran mutlak, keadilan, kejujuran, kedamaian, kedisiplinan, keindahan dan sifat-sifat utama yang lain.
Kemenangan iman bukan hadiah ummat Islam semata, tetapi kemenangan kemanusiaan atas kezaliman, ketidakadilan hukum dan ekonomi dan sikap represif lainnya. Karena Islam adalah untuk semua manusia (kaffatan lin-naas) dan rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil-‘alamin).

Iman yang tidak melahirkan gerakan penegakan syariat dalam kehidupan sama jeleknya dengan ‘amal yang tidak berlandaskan iman. Setelah mengikrarkan syahadat, konsekuensinya adalah menegakkan syariat shalat.  Komitmen al-wala, wal baro [loyalitas dan anti loyalitas] kita, harus berlandaskan kepada Qur’an dan Sunnah. Syariat shalat merupakan penyegaran ulang tentang kesiapan muslim dalam mengatur segala aspek kehidupan dengan syariat, demikian kata Al-Maududi.

Sedangkan ‘amal sholeh menurut persfektif Islam, adalah aktifitas yang dikerjakan secara PROFESIONAL.  Artinya, untuk melakukan ‘amal sholeh kita perlu belajar, menuntut ‘ilmu, menyesuikan dengan SUNNATULLAH. Semangat ber’amal sholeh-lah yang mendasari pendahulu-pendahulu kita dalam melakukan berbagai penelitian, sehingga banyak penemuan mereka yang sampai dengan saat ini masih diakui oleh ilmuwan Barat. Sebut saja ilmu Kedokteran, ilmu Kimia, Geografi, penelitian ruang angkasa dan sebagainya. 'Amal sholeh sangat erat kaitanya dengan ilmu pengetahuan.
Bahkan dalam Al-Qur’an, kita diwajibkan bertanya kepada orang yang berilmu. Dan orang berilmu dan beriman, diangkat derajatnya oleh Allah beberapa derajat.

Kaum Muslimin saat ini menjadi pengikut [follower], sebab utamanya adalah karena lemahnya iman dan ‘amal sholeh.

Dalam Quality Management System [QMS], disebutkan: untuk melakukan perbaikan [corrective action], pertama kita harus melakukan investigasi, mencari akar penyebab kesalahan. Kemudian dilakukan perbaikan dan dilanjutkan dengan preventive action [tindakan pencegahan].
Kita telah mengetahui penyebab utama kita menjadi kaum yang follower adalah lemahnya iman dan ‘amal sholeh. Berarti kalau kita akan kembali bangkit, maka obat utamanya, adalah: tingkatkan iman dan ‘amal sholeh. Iman dan ‘amal sholeh yang bersumber dari sumber mata air manhaj dakwah Rasulullah saw. Selanjutnya kita melakukan pencegahan dari berbagai sumber [system] yang dapat melemahkan iman dan ‘amal sholeh kita, baik secara individu maupun berjama’ah.

‘Amal sholeh dalam persfektif Islam, adalah aktivitas professional yang dikerjakan oleh orang beriman yang didasari dengan ilmu pengetahuan. Jadi bila kita akan ber’amal sholeh dibidang ekonomi, maka kita wajib mempelajari ilmu ekonomi berdasarkan syariat Islam terlebih dahulu. Demikian pula dengan bidang lainnya semisal pendidikan, teknik, militer, IT, dan sebagainya.
Sangat ironis, sebagian diantara kita menafsirkan iman & ‘amal sholeh hanya sabatas meramaikan Masjid sepanjang waktu. Padahal amirul mukminin Umar bin Khottab ra., menegur seorang pemuda yang sepanjang waktu berada di dalam masjid. Juga ironis, sebagian diantara kita mengatakan telah ber’amal sholeh diberbagai bidang kehidupan, tetapi makanan, minuman dan segala fasilitas hidupnya masih diperoeh dari sumber dan dengan cara yang subhat atau haram. Bahkan sel-sel darah anak-istrinya masih dibangun dari uang subhat dan haram.

Bila iman dan ‘amal sholeh kita pertahankan secara konsisten, kapan saja dan dimana saja, maka insya Allah dengan seijin Rabbul ‘alamin, kita menjadi sosok pribadi dan ummat yang utuh (takwin al-muslim al-mutakamil). Seluruh aspek kemanusiaan diberdayakan secara sinergis dan optimal, sehingga akan melahirkan potensi maksimal, baik segi ruhiyah (spiritual), fikriyah, ‘aqliyah (intelektual), khuluqiyah (moral), jasadiyah (fisik), dan ‘amaliyah (operasional). Sosok muslim mujtahid, mujahadah dan mujahid. Sosok muslim yang rasyid (memadukan kecerdasan otak dan batin), dunia dan akhirat, spiritual dan material, doa dan usaha, pikir dan zikir, memiliki daya cipta material dan daya kendalinya. Manusia yang bertaqwa (inna akramakum ‘indallahi atqaakum), meminjam istilah Muhammad Quthb.

Seorang muslim yang melekat dalam dirinya iman dan ‘amal sholeh, adalah sosok muslim yang mempunyai 10 [sepuluh] karakteristik, yaitu:
1.    Salim al-‘aqidah [bersih aqiedahnya].
2.    Shahih al-Ibadah [lurus ibadahnya].
3.    Matin al-Khuluq [kokoh akhlaqnya].
4.    Qadir ‘ala al-Kasb [mampu mencari nafkah].
5.    Mutsaqaf al-Fikr [luas wawasan berfikirnya].
6.    Qawy al-Jism [mempunyai fisik yang kuat].
7.    Mujahid li Nafsihi [berjuang memerangi hawa napsunya].
8.    Munazham fii Syu’unih [teratur urusannya].
9.    Haaris ‘ala Waqtih [mampu memanage waktunya].
10.    Nafi’ li Ghairih [bermanfa’at bagi orang lain]. 

Dan orang yang beriman dan ber’amal sholeh, mereka penghuni surga, mereka kekal di dalamnya
[QS. Al-Baqorah: 82].
Wallah'alam.


Bengkulu, 1 Desember 2011.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar