Rabu, 18 Januari 2012

UMMU MADRASATUL KUBRO


Engkau Pasti Sengsara Dunia Akhirat  Bila Mendurhakainya

Nabi Muhammad saw
Ummu madrasatul kubro.
Tuntutlah ilmu dari buaian ibu sampai keliang lahat.
Kebahagiaan dunia hanya diperoleh dengan ilmu pengetahuan, kebahagiaan akhirat hanya diperoleh dengan ilmu pengetahuan, dan kebahagiaan dunia-akhirat hanya diperoleh dengan ilmu pengetahuan.

Ibu adalah sekolah pertama dan paling besar dari setiap manusia.
Tidak ada seorang bayi yang lahir tanpa disertai dengan darah. Darah bisa merupakan simbol utama pengorbanan seorang ibu terhadap anaknya. Beliau rela mempertaruhkan jiwanya, demi kelahiran anaknya. Bisa juga diartikan bahwa darah merupakan simbol kelahiran suatu peradaban. Artinya: tidak ada peradaban yang muncul didunia ini, kecuali dengan disertai dengan darah, atau perang. Ini merupakan sunnatullah. Sehingga bila kita ingin peradaban Islam, bangkit kembali, maka jangan mengabaikan faktor jihad. Jihad ini mulai dari jihad qalbu [menolak kebatilan], lisan [tabligh], tangan [kekuasaan], pena [menulis], waktu, pemikiran, harta, dan jihad perang.

Pengorbanan Ibu
Siti Hajar as., ditinggal oleh sang suami tercinta, Nabi Ibrahim as., atas perintah Allah Swt. di gurun pasir yang sangat sepi, yang tidak ada satu orang pun tinggal disana, bahkan tidak juga orang yang lalu lalang.
Siti Hajar [Ibunda Nabi Ismail as.] bolak balik berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan  Marwa sampai tujuh kali, demi memenuhi rasa haus sang buah hati, Ismail as., yang meronta- ronta kehausan dipadang tandus.
Buah perjuangan, kesabaran dan ketawakalan Siti Hajar kepada Allah Swt., kemudian dirasakan oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia, berupa air zamzam. Air merupakan simbol kehidupan. Tiada satu makhlukpun didunia ini yang dapat bertahan hidup tanpa air. Prosesi kegelisahan Siti Hajar dengan cara berlari diantara buki Shafa dam Marwa, kini dijadikan sebagai salah satu rukun ibadah haji, untuk mengenang perjuangan seorang ibu demi kelangsungan hidup anaknya.

Begitulah, gambaran perjuangan ibunda tercinta, penuh dengan kesabaran, dedikasi, dan kasih sayang kepada anaknya, maka tak heranlah ketika suatu saat seorang sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad saw. tentang bakti kepada orang tua; “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan kebaikan dariku?” Beliau bersabda, ”Ibumu.” Dia berkata lagi, ”Kemudian siapa lagi?” Beliau bersabda, ” Ibumu”. Dia berkata lagi,”Kemudian siapa lagi?” Beliau bersabda, ”Ibumu”. Dia berkata,”Kemudian siapa lagi?”. Beliau bersabda, “Ayahmu”.
Lalu, bagaimana untuk menciptakan seorang ibu yang tangguh dalam berbagai situasi seperti dicontohkan oleh Siti Hajar? Atau seperti dicontohkan oleh Asma binti Abu bakar, yang tetap membantu perjuangan Islam walau dalam kondisi hamil tua, dengan setia mengantarkan perbekalan kepada ayahanda tercinta, Abu Bakar dan Rasulullah saw. ketika beliau berdua bersembunyi dari kejaran kaum kafir Quraisy di goa tsur?. Yang paling utama adalah mencarikan mereka suami yang sholeh, lingkungan yang kondusif secara islami, dan berikan mereka pendidikan keagamaan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., berikan mereka harta yang halal dan baik, serta perkenalkan kepada mereka sejarah wanita yang mulia, seperti Asiah, istri Fir'aun, Situ hajar, ibunda Nabi Musa as., Khodijah ra., Fatimah ra., dan sejarah hidup wanita-wanita mulia lainnya.

Matarantai kerusakan anak-anak kita dimulai dari kerusakan seorang wanita, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw., ”Bagaimana dengan kalian, apabila perempuan-perempuan kalian telah melampaui batas, pemuda- pemuda kalian telah berbuat kefasikan, dan kalian juga telah meninggalkan jihad kalian?” Adalah sebuah mata rantai yang sambung menyambung, awalnya, kaum wanita berbuat melampaui batas, lalu diikuti oleh kenakalan kaum remaja. [Hadis tsulasa, ceramah- ceramah Hasan Al-Banna, Hal 601]. Jika wanita [ibu] rusak, maka jangan berharap anak-anak kita akan menjadi penerus perjuangan Islam. Jika orientasi kita terhadap hidup anak- anak adalah orientasi materi [gelar, harta, jabatan dan sebagainya], maka jangan harap kita akan mendapatkan kiriman do’a dari anak yang sholeh, ketika kita kelak sudah di alam baka. Idealnya, kita berharap: anak-anak kita tumbuh menjadi anak yang sholeh dan sholehah, pendidikan tinggi, memiliki harta yang halal dan banyak, dan terkenal berbakti kepada sesama manusia, keluarga, dan mempunyai kontribusi terhadap pembentukan peradaban Islam.

Fase Pendidikan Anak
Setiap manusia, akan mengalami tiga fase pendidikan. Fase pertama dan yang paling utama adalah pendidikan melalui ibu [rumah]. Peranan seorang ibu sangat penting dalam medesain watak setiap anak. Fase kedua di sekolah formal, dan ketiga di masyarakat. Bila ketiga fase ini berjalan dengan baik, maka insya Allah anak-anak kita akan tumbuh menjadi manusia yang berkarakter [Rijalunnas].Pada fase pertama secara sederhana, ada empat hal yang sebaiknya diperhatikan dalam rangka untuk mencetak anak-anaka yang sholeh.
Pertama, do’a. Peranan do’a kedua orang tua sangat penting, sehingga do’a orang tua untuk anak-anaknya disebutkan dalam beberapa ayat dan surah berbeda dalam al-qur’an. Misalnya: QS. Al-Baqarah: 128, Ya Rabbana jadikanlah kami orang-orang yang berserah diri kepada Mu dan anak-cucu kami [juga] ummat yang berserah diri kepada Mu. Lihat juga QS. Al-Furqan: 74. Rasulullah saw., bersabda: ada tiga do'a yang tidak ditolak oleh Allah swt., yaitu do' orang yang didzalimi, do'a orang tua untuk anak-anaknya, dan do'a orang dalam perjalanan [shafar].
Kedua, beri mereka nafkah  yang halal. Rasulullah saw., bersabda: daging yang tumbuh dari harta yang haram, layak di Neraka tempatnya. Kita tentu tidak ingin melihat anak-anak kita dibakar di Neraka jahim.
Ketiga, uswatun hasanah. Beri mereka contoh yang baik. Meliputi perkataan dan perbuatan yang baik, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw., shahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan para pahlawan Islam yang gagah perkasa. Kita wajib menginformasikan kepada anak-anak kita tentanng kepahlawanan para pendahulu kita.
Keempat, metode pendidikan yang baik. Saat ini sudah banyak metode pendidikan anak yang bisa kita pelajari. Baik disekolah, maupun diluar sekolah.

Bagaimana dengan seorang ibu yang bekerja diluar rumah?
Dalam kondisi interaksi sosial yang sedemikian rusak saat ini, mislanya bercampur baurnya antara laki-laki dan wanita yang terlalu bebas, baik dikendaraan umum maupun ditempat-tempat kerja. Maka sangat mudah terjadinya fitnah. Islam tidak melarang seorang wanita bekerja mencari nafkah, sebagaimana firman Allah swt. dalam QS. An-Nisa: 124: “Dan barang siapa mengerjakan amal kebajikan , baik laki- laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk kedalam syurga dan mereka tidak didzolimi sedikitpun,”.
Namun ada persyaratan-persyaratan yang sangat ketat, misalnya: mendapat ijin dari suami, menghindari berbaur dengan laki-laki yang bukan muhrim, tidak mengabaikan kewajiban yang paling utama, yaitu mendidik anak, dan melayani suami dengan baik. Kemampuan suami untuk  nafkah rumah tangga sangat kurang, bisa juga menjadi salah satu alasan seorang istri keluar rumah mencari nafkah tambahan.

Bagi seorang suami, tentu saja menjadi kewajiban utamanya mencukupi kebutuhan rumah tangga, sehingga peranan istri sebagai ummu madrasatul kubro dirumah benar-banar dapat terpenuhi. Secara fisik pasti ada keterbatasan wanita untuk melakukan peran ganda didalam dan diluar rumah. Apalagi bila dihubungkan dengan izzah [kehormatan] seorang suami. Seorang laki-laki yang mempuyai izzah yang tinggi, pasti tidak rela istrinya diperintah oleh laki-laki lain, hanya dengan alasan untuk mencari nafkah yang merupakan kewjibannya. Kadang-kadang istri di tempat kerja dimarahi oleh pimpinannya, bahkan sering terjadi wanita diperlakukan tidak sopan oleh laki-laki diluar rumah.

Menurut saya, kehormatan laki-laki sebagai suami menjadi rendah bila istrinya diperintah atau kadang-kadang dimarahi oleh laki-laki lain. Kita sering melihat seorang istri mempercantik diri untuk difoto. Kemudian fotonya dipajang dengan ukuran besar dipinngir jalan dalam rangka kampanye pemilihan umum atau untuk keperluan iklan suatu produk bisnis. Anehnya sang suami merasa bangga bila foto istrinya dipajang dipinggir jalan umum untuk ditonton oleh orang lain.

Seorang shahabat anshor ra., ketika menyembelih untanya, ditanya oleh shahabat lainnya, apa sebab dia menyembelih untanya?. Dia menjawab unta ini baru saja ditumpangi oleh istri saya, dan saya tidak rela bekas duduk istri saya dipunggung unta ini diduduki oleh laki-laki lain. Coba Anda pikirkan, betapa tinggi izzah laki-laki anshor tersebut. Bandingkan dengan kehormatan Anda sebagai suami yang tidak merasa terhina istrinya bergaul dengan laki-laki lain, diperintah dan kadang dimarahi oleh laki-laki lain yang bukan muhrimnya, hanya dengan alasan emansipasi, mencari nafkah tambahan dan alasan lainnya yang tidak termasuk dalam kategori darurat.

Kehormatan wanita: bila mampu mencetak generasi muslim yang tangguh.
Dibalik kesuksesan anak, dan dibalik kesuksesan suami, pasti ada peran wanita [ibu] yang sangat berarti. Peradaban Islam, adalah peradaban yang didesain oleh laki-laki tangguh yang dikeluarkan dari rahim seorang perempuan mulia yang lebih memilih tinggal didalam rumah daripada berikhtilat dengan laki-laki lain yang bukan muhrimnya. Islam sangat memuliakan wanita, bahkan ada nama surah dalam al-qur'an, yaitu surah An-Nisa. Tidak ada nama surah Ar-Rijal dalam al-qur'an. Bahkan yang pertama mengorbankan nyawanya sebagai syahidah dalam Islam adalah seorang wanita, Sumayyah radhiallahu 'anha. Jadi sangat naif bila kita berkata: demi untuk memuliakan wanita, maka wanita bebas berikhtilat dengan laik-laki lain yang bukan muhrimnya. Islam telah memuliakan wanita, jadi kita tidak perlu lagi mencari alasan diluar Islam untu memuliakan wanita.

Riwayat hidup Khodijah ra., 'Aisyah ra., Fatimah ra., Siti Hajar as., dan riwayat hidup para shahabiyah, sangat asing ditelinga anak-anak kita. Kewajiban kita untuk mengenalkannya kepada anak-kita dalam rangka untuk mengembalikan peran ibu sebagai MADRASATUL KUBRO. Wallah a’lam.

Pagedangn, 18 Januari 2012.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar